“Mandor Klungsu, Sebuah Ajaran Perilaku Zuhud ”
Edisi Psychology Tasawuf
Batamtoday.com |
Pengantar
R.M.P.
Sosrokartono merupakan tokoh kharismatik Jawa yang banyak memberikan pelajaran
melalui mustikaning sabda ‘kata-kata mutiara’, juga dengan perbuatan nyata. Banyak
dari ajaran Sosrokartono yang merupakan sebuah tuntutan hidup, baik dalam
kehidupan keluarga, bermasyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagian
besar ajarannya mengandung makna filosofis yang mendalam.
Tokoh tersebut
menurut penyusun menarik untuk diangkat karena beliau merupakan tokoh bangsa
yang memiliki latar belakang bangsawan jawa serta tokoh intelektual yang sangat
masyhur pada zamannya, namun memilih kembali ke Indonesia untuk memberikan
pengajaran kepada masyarakat yang waktu itu masih dalam bayang-bayang bangsa penjajah. Selain itu beliau juga
menghindari kehidupan mewah, sebuah perilaku yang jarang ditemukan pada
keturunan bangsawan pada umumnya.
Sosrokartono mengabdikan hidupnya untuk
sesama. Hal tersebut merupakan wujud pengabdian kepada Allah dan berbuat baik
kepada Allah. Itulah sebenarnya yang menjadi ajaran-ajaran beliau, bahwa orang
hidup di dunia ini harus memenuhi “maksud Allah menciptakan manusia”, yaitu
agar manusia ikhlas menjalankan ibadah kepada-Nya atau manusia berbuat baik
kepada siapa saja karena Allah.
Beliau
lebih memilih berinteraksi dengan masyarakatnya, bersosialisasi serta
memberikan apa yang dimilikinya daripada harus menyendiri “nyepi” untuk melaksanakan
pengabdiannya kepada Tuhan. Tentu ini berbeda dengan kebanyakan tokoh Sufi yang
banyak ditulis dalam buku-buku yang beredar dipasaran, sehingga penyusun merasa
perlu untuk mengangkat tokoh tersebut dalam makalah ini.
Pembahasan
A. Biografi R.M.P. Sosrokartono
Raden Mas Panji Sosrokartono lahir di
Mayong pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M. beliau adalah putra R.M.
Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Sejak kecil beliau sudah memiliki
keistimewaan, beliau cerdas dan mempunyai kemampuan membaca masa depan.
Kemampuan batinnya ini terlihat tatkala beliau mengatakan akan pindah ke Jepara
kepada ibunya dan tak lama lagi ayahnya pun akan diangkat sebagai bupati
Jepara. [1]
Kakak dari ibu kita Kartini ini, setelah
tamat dari Eropesche Learge School di Jepara, beliau melanjutkan pendidikannya
ke H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda.
Mula-mula masuk kesekolah Teknik Tinggi di Leiden, tetapi tidak merasa cocok,
sehingga pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan
mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang
pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya.
Dengan menggenggam gelar Docterandus in de
Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, beliau mengembara ke seluruh
Eropa, menjalani pelbagai pekerjaan. Menjadi Wartawan perang pada Koran New
York Herald and New York Herald Tribune, penterjemah di Wina, alih bahasa pada
kedutaan Perancis di Den Haag, pernah beliau jalani pernah beliau jalani.
Bahkan karena menguasai 26 bahasa, beliau dipercaya sebagai penterjemah untuk
kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa. [2]
Beliau kembali ke rahmatullah pada
hari Jum’at Pahing, tanggal 8 Pebruari 1952 di rumah Jl. Pungkur No. 19
Bandung, yang terkenal dengan sebutan Dar-Oes-Salam. Beliau telah merasakan
kehidupan dunia selama 75 tahun. Makam beliau terletak di Jalan RM.
Sosrokartono Desa Kaliputu Kecamatan Kota Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
B. Kehidupan
Dua puluh tahun beliau menjelajah seluruh
Eropa, melihat dan menghayati kehidupan tingkat tinggi dan kehidupan
intelektual di kalangan mereka. Realitas mengajarinya untuk tak memandang dunia
Eropa sebagai sebuah keindahan dan kenikmatan yang memuaskan, karena hari demi
hari beliau senantiasa dirundung konflik batin. Sampai suatu ketika hadirlah
kebenaran dari Tuhan Yang Maha Esa, saat terdengar berita tentang sakitnya
seorang anak berusia ±12 tahun. Anak itu merupakan anak dari kenalannya yang
menderita sakit keras yang tak kunjung sembuh meski sudah diobati oleh beberapa
dokter. Dengan dorongan hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat yang
besar untuk meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga beliau menjenguk
anak kenalannya yang sakit parah itu. sesampainya disana beliau langsung
meletakkan tangannya di atas dahi anak yang sedang sakit itu dan terjadilah
sebuah keajaiban. Tiba-tiba si bocah yang sakit itu mulai membaik dengan
hitungan detik, dan di hari itu juga ia pun sembuh.
Kejadian itu membuat orang-orang yang
tangah hadir di sana terheran-heran, termasuk juga dokter-dokter yang telah
gagal menyembuhkan penyakit anak itu. setelah itu ada seorang ahli Psychiatrie
dan Hipnose yang menjelaskan bahwa sebenarnya Drs. Sosrokartono mempunyai daya
pesoonalijke magneetisme yang besar sekali yang tak disadari olehnya.
Singkatnya beliau mulai tertarik untuk
belajar Psychiatrie dan Hipnose di sebuah perguruan tinggi. Namun karena beliau
bukan lulusan medisch dokter sehingga dirinya hanya dapat mengikuti mata kuliah
yang sangat terbatas, tidak sesuai dengan harapan beliau. Hingga datanglah ilham
untuk kembali ke tanah air untuk mengabdikan diri kepada rakyat Indonesia.
Sesampainya di Indonesia, beliau bertempat
tinggal di Bandung, di Dar-Oes-Salam-lah beliau mulai mengabdikan dirinya untuk
kepentingan umat. Beliau gemar bertirakat, lebih-lebih ketika beliau hendak
menolong seseorang, maka beliau terlebih dahulu melakukan tirakat sesuai hajat
yang diperlukan. Pa’ Roesno menyebutkan (Dalam Khakim, 2008) bahwa Sosrokartono
pernah mendapatkan undangan dari Sultan Sumatra, Langkat. Di sanalah beliau
mulai menampakkan kepribadiannya secara pasti, karena di sebuah kerajaan beliau
masih menunjukkan tradisi Jawanya, kerendahan hatinya, kesederhanaannya, tidak
mau menikmati kemewahan, bahkan dalam beberapa hari di tiap harinya beliau
hanya makan dua buah cabe atau sebuah pisang. Saat itulah beliau seakan menjadi
sang zahid, sang sufi dan manusia yang ahli tirakat.
C. Ajaran-ajaran
Sampai di akhir hayatnya, beliau tetap
senang bertirakat, senang menolong sesama, bahkan beliau telah menyerahkan
hidup dan matinya hanya untuk Allah, untuk kepentingan umat karena Allah. Beliau
menjuluki dirinya dengan sebutan “Mandor Klungsu” dan “Jaka Pring”. Beliau
tidak menikah dan tidak memiliki murid dan wakil.
Ajaran Sosrokartono banyak mengandung
tuntunan moral dan budi pekerti yang dapat diimplementasikan dalam beberapa
aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam aspek pendidikan. Penerapan ajaran
R.M.P. Sosrokartono di bidang pendidikan penting dilakukan untuk memupuk rasa
persatuan dan kebangsaan mulai sejak dini. Selain itu agar tercipta kehidupan
yang harmonis dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ajaran yang
diwariskan juga memberikan pesan kepada masyarakat pada umumnya untuk menyadari
akan hidupnya dan menemukan hidup yang sejati. [3]
Menurut Ki Musa Al Machfoeld (dalam karya
ilmiah Mulyono) menyatakan bahwa Sosrokartono memiliki ajaran yang metodik dan
didaktik seperti diajarkan oleh para Wali dan para Auliya serta mengamalkan
ibadahnya dengan jalan “Filisaanil haal”, artinya tidak hanya dengan kata-kata
namun juga dengan contoh perilaku. Sedangkan menurut Roesno (dalam Mulyono)
Ajaran moral Sosrokartono bersifat praktis dan humanis. Sifat praktis dalam
arti bahwa ajaran tersebut bukanlah teori yang hampa belaka namun diamalkan
sendiri oleh Sosrokartono ke dalam praktik kehidupan sehari-hari sebagai
tauladan bagi kehidupan manusia sekitarnya. Sedangkan sifat humanis mengandung
arti bahwa ajaran moral Sosrokartono mengarahkan perilaku manusia agar
mempertaruhkan segala sesuatu untuk menolong sesama manusia sebagai wujud cinta
kasih dan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran
Sosrokartono bisa juga dikatakan sebagai representasi manunggaling kawulo
gusti. Paham manunggaling kawulo gusti bukanlah ajaran yang menyebabkan
penganutnya larut dalam ibadah lalu acuh tak acuh dengan urusan duniawi. Sebaliknya,
paham itu justru dijadikan sebagai ideology revolusioner untuk mempersatukan
rakyat, penguasa dan Sang Pencipta. [4]
Hal tersebut terlihat dari ajaran-ajaran Sosrokartono yang menunjukkan sikapnya
selalu membaur dengan masyarakat, ikhlas menolong sesama, dan bukannya
sebaliknya yaitu menyendiri (individualis) dan acuh terhadap realitas sosial
yang terjadi pada waktu itu.
Mandor Klungsu merupakan ajaran untuk
menyerahkan seluruh kemampuannya (kebanyakan yang non materi) kepada mereka
yang membutuhkan tanpa pamrih sebagai sedekah beliau, karena kebajikan adalah
sedekah. [5]
Satu-satunya keinginan beliau adalah mencintai dan mengabdi kepada Tuhan. Yang
beliau ingat hanya Tuhan (dzikrullah). Untuk pekerjaan mulia apa pun yang
beliau lakukan, beliau tidak meminta imbalan, tidak butuh pujian. Hasil kerja
beliau, semuanya diserahkan kepada Tuhan. Menurut Aksan (dalam Khakim, 2008),
kedudukan beliau di dunia adalah sebagai “Pemberi”. Beliau tak ingin menerima
sesuatu. Karena itu, beliau bebas dari derita.
Sosrokartono sudah menentukan pilihannya
yaitu menjauhi kenikmatan duniawi, mungkur ing kadonyan dengan “Jalan
kerohanian”,atau yang dalam term Islam biasa disebut dengan “Jalan Tasawuf”, dan
“mungkur ing kadonyan” disebut sebagai “zuhud”. [6]
Dalam Q.S. Al An’aam:162, Allah berfirman:
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah Tuhan sekalian alam”. Beliau adalah merupakan seorang hamba
yang melakukan apa saja karena Allah. Beliau melakukan kebaikan, menolong orang
lain karena wujud kecintaannya kepada Allah.
Rasa cinta beliau kepada Tuhan seperti
ungkapan salah seorang Sufi yaitu Ibn Arabi. Menurut Ibn Arabi, “Aku bersama
dengan agama cinta” (addinu bi din al-hubb). Hanya dengan agama cinta
yang tuluslah manusia akan mencapai derajat yang luhur dan menjadi insan kamil. [7]
Daftar Pustaka
Khakim, Indy G. 2008. Sugih Tanpa Bandha.
Blora : Pustaka Kaona.
Rahman,
Ithafur. 2013. Pendidikan Kebangsaan dalam Ilmu dan Laku Jawa Ajaran R.M.P.
Sosrokartono. Jurnal Sutasoma 2 (1) Unnes.
Masduqi, Irwan. 2011. Suluk Sufi Ulama Kraton Yogyakarta : Ajaran Kyai Nur Iman.
Yogyakarta : Assalafiyah Press.
[3] Rahman, Ithafur. 2013. Pendidikan Kebangsaan dalam Ilmu dan Laku
Jawa Ajaran R.M.P. Sosrokartono. Jurnal Sutasoma 2 (1) Unnes. hlm. 2
[4] Masduqi, Irwan. 2011. Suluk
Sufi Ulama Kraton Yogyakarta : Ajaran Kyai Nur Iman. Yogyakarta :
Assalafiyah Press. hlm. 74
[7] Masduqi, Irwan. 2011. Suluk
Sufi Ulama Kraton Yogyakarta : Ajaran Kyai Nur Iman. Yogyakarta :
Assalafiyah Press. hlm. 87